Truk Angkutan Batubara Yang Merusak Jalan Provinsi Bengkulu, Solusi Permanen Tak Kunjung Dilakukan

Bengkulu,beritakita1.click – Persoalan angkutan tambang batubara yang merusak jalan di Provinsi Bengkulu menjadi sorotan sejumlah tokoh.

Angkutan batubara yang diduga melebihi tonase tersebut menggerus jalan provinsi maupun nasional yang sejatinya untuk kepentingan umum.

Memang Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah sudah menerbitkan surat edaran yang melarang angkutan batubara yang melintas di jalanan di wilayahnya melebihi tonase yang telat ditetapkan, namun aturan itu sepertinya menggantang asap alias sia-sia.

Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu Sumardi mengakui, persoalan angkutan truk batubara yang merusak jalan-jalan tersebut bukan persoalan baru lagi. Namun demikian solusi permanen tak kunjung dilakukan.

“Angkutan batubara, apalagi yang beroperasi di siang hari, ini mengganggu warga masyarakat pengguna jalan raya. Selain debu kendaraan yang mengganggu pandangan dan pernapasan, sudah pernah juga terjadi kecelakaan antara truk batu bara dengan kendaraan bermotor lainnya,” ujar Sumardi.

Dia setuju dengan desakan agar pemerintah bekerjsama dengan pihak swasta untuk membuat jalur khusus angkutan komoditas. Tak hanya batubara saja yang lewat jalur ini, namun semua angkutan komoditas wajib melintas di jalur khusus sesuai titah undang-undang lalu lintas.

“Namun tentunya dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kondisi kontur Provinsi Bengkulu yang berbukit dan melintasi hutan lindung. Tentu dari segi alokasi anggaran juga jadi pertimbangan,” ujar Sumardi.

Menurutnya, langkah sementara yang harus dilakukan Pemerintah Provinsi Bengkulu adalah dengan memperketat penerapan jam operasional muatan hasil tambang. Jembatan-jembatan timbang yang ada di kabupaten dan perbatasan provinsi, harus diaktifkan dan benar-benar melaksanakan tugasnya mengecek muatan kendaraan.

Sekadar pengetahuan, saat ini di Bengkulu baru ada satu jalur angkutan komoditas yang dikelola PT Titan Wijaya. Jalur sepanjang 20 km itu melintasi dua Kecamatan, Napal Putih dan Putri Hijau, dan empat desa, yakni Tanjung Dalam, Pagardin, K5, dan Air Petai di Kabupaten Bengkulu Utara.

Kritikan senada juga disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu Edwar Samsi.  Khususnya terkait melintasnya truk angkutan batubara dan truk angkutan muatan lainnya di Kabupaten Kepahiang. Politisi PDI Perjuangan Daerah Pemilihan (Dapil) Kepahiang itu menegaskan, ulah angkutan yang melebihi tonase, menggerus jalan publik.

“Tidak hanya Kepahiang sebetulnya. Mulai dari jalan di wilayah Rejang Lebong, Kepahiang, Bengkulu Tengah hingga jalan di Kota Bengkulu, lebih cepat rusak. Ini mengancam umur jalan. Belum lagi macet di gunung (kawasan Liku Sembilan),” tegas Edwar.

Para pengguna jalan, khususnya di siang hari dan jam-jam ramai, lanjut Edwar, kerap terganggu saat menggunakan jalan publik. Apalagi selain truk batu bara dari dalam Provinsi Bengkulu, juga ada truk-truk yang datang dari luar provinsi seperti Jambi, mengirimkan komoditinya melalui Pelabuhan Pulai Baai atau didrop ke PLTU.

Menurut Edwar, dengan meningkatnya truk yang mengangkut batu bara dari luar wilayah Provinsi Bengkulu ke PLTU Pulau Baai, sangat disayangkan. Dengan adanya truk batu bara dari luar Wilayah Bengkulu mengundang tanda tanya. Apakah batubara dari Bengkulu belum mencukupi kebutuhan PLTU Pulau Baai?

Apalagi, dalam visi rencana umum energi daerah Provinsi Bengkulu yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2019 yakni terwujudnya ketahanan dan kemandirian energi sebagai salah satu sumber kemakmuran rakyat melalui pembangunan berkelanjutan yang adil, transparan, modern, efisien dan berwawasan lingkungan.

Edwar juga meminta kepada gubernur untuk melakukan analisa kebutuhan daerah dan ketersedian batu bara di Provinsi Bengkulu sebagai pendukung rencana umum energi daerah.

Pemprov juga diminta segera mengeluarkan edaran pembatasan operasional truk pengangkut batu bara di Provinsi Bengkulu. “Juga memperkuat pemeriksaan terhadap tonase kendaraan truk pengangkut batu bara dari luar. Agar menghindari over load dan over dimension sebagaimana yang dilarang dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan,” ujar Edwar.

Menanggapi keluhan masyarakat dan kritikan sejumlah tokoh, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah berjanji mengambil langkah tegas menindak kendaraan truk batu bara yang nakal. “Kami sudah mengeluarkan surat edaran,” ujar Rohidin.

Ada dua poin pada surat edaran. Pertama, pemerintah daerah memastikan timbangan, sesuai regulasi dan kelas jalan di Provinsi Bengkulu. Tonase maksimal harus diawasi, karena kualitas jalan-jalan di Provinsi Bengkulu masih kelas III.

Poin kedua dari surat edaran, selain masalah tonase, jam operasional truk batubara yang disinyalir berasal dari Provinsi Jambi ini, juga sering beroperasi di siang hari. Sehingga menyebabkan kemacetan di sejumlah daerah. Seperti Kabupaten Kepahiang dan Bengkulu Tengah.

“Hanya boleh beroperasi pada malam hari ketika aktivitas masyarakat mulai berkurang,” paparnya.

Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Hamka Sabri juga menambahkan, ada sejumlah langkah kongkrit yang telah dilaksanakan terkait dengan penertiban angkutan batu bara dari luar provinsi.

Tiga langkah yang dimaksud yakni penertiban angkutan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Bengkulu, Ditlantas Polda Bengkulu, DEN POM Bengkulu, BPTD WIL VI Bengkulu Lampung dan Dinas Perhubungan Kabupaten Rejang Lebong.

Langkah kedua, penegakan hukum yang dilaksanakan di lokasi UPPKB yakni jembatan timbang di Padang Ulak Tanding (PUT) Kabupaten Rejang Lebong, tepatnya di wilayah perbatasan Provinsi Bengkulu – Provinsi Sumatera Selatan.

Ketiga, melakukan koordinasi bersama dengan Dinas Perhubungan Kota Lubuklinggau dan Dinas Perhubungan Kabupaten Rejang Lebong untuk mengarahkan rute yang dilintasi dan jam operasional sesuai surat edaran di wilayah masing masing-masing.

Penulis : Beritaraflesia

Editor : Melinda