Konflik Masyarakat Dengan PT. Agricinal Terkait Batas Lahan HGU Yang Belum Jelas

Bengkulu, beritakita1.click – Dugaan sejumlah pelanggaran PT. Agricinal di Kecamatan Seblat dan Marga Sakti Kabupaten Bengkulu Utara sampai saat ini belum kunjung ditindaklanjuti. Mulai dari dugaan pelanggaran garis sempadan sungai, pantai, pemukiman masyarakat bahkan kawasan hutan maka dari itu harus diusut.

Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu Dempo Xler, S.IP, M.AP mengatakan, yang menjadi pemicu konflik dengan masyarakat karena batas lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT. Agricinal belum jelas. Inilah yang harus menjadi cacatan pemerintah, BPN dan termasuk perusahaan.

Kemudian selama patok batas belum jelas, kemungkinan PT Agricinal masih melakukan aktivitas di lahan yang bukan haknya seperti di pinggir sungai, di lahan masyarakat bahkan di kawasan hutan.

“Mungkin saat ini Agricinal masih memanen di tanah warga bahkan kawasan hutan karena tidak jelas. Saya secara pribadi juga merekomendasi HGU yang bermasalah agar tidak diperpanjang karena tidak ingin konflik terjadi di masyarakat. Bila melanggar hukum, aparat penegak hukum bisa mengusut,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, hasil rapat bulan lalu telah sepakat tim Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu bersama Pemprov Bengkulu akan turun untuk mengecek patok batas HGU hasil perpanjang PT. Agricinal dengan menghadirkan ahli. Biayanya ditanggung oleh perusahaan tetapi sampai saat ini perusahaan tidak punya sikap.

“Kita sepakat bersama Pemprov dan BPN akan turun membawa ahli mengecek patok batas dengan biaya ditanggung oleh perusahaan, tetapi sampai hari ini Agricinal tidak sikap untuk itu,” sampainya.

Kuasa Hukum Forum Masyarakat Peduli Sebelat Dr. A. Bukhori, S.H., M.H menyampaikan, batas tanah permanen HGU seluas 6.269 hektare, tanah inclave, tanah yang dilepaskan haknya, garis sempadan pantai, sungai dan lainnya sampai saat ini tidak jelas fisiknya.

“Kami mendasak Tim Komisi I dan Pemprov segera turun ke lokasi lahan HGU PT. Agricinal untuk memastikan patok batas atau pemasangan tanda batas tanah permanen,” kata Bukhori.

Ia mengatakan, akibat belum dipasang tanda batas permanen tersebut, akhirnya menimbulkan konflik. Berselisih argumentasi antara petani dengan pihak PT. Agricinal terkhusus di pinggiran aliran sungai. Selanjutnya tanam tumbuh kelapa sawit di luar HGU perpanjangan seluas 6.269 hektare dan sepanjang air/sungai saling klaim, akhirnya menimbulkan konflik. Bahkan saat ini ada beberapa warga yang ditahan dan berproses hukum oleh aparat penegak hukum.

“Ini terjadi diantaranya akibat belum terpasang batas HGU perpanjangan PT. Agricinal secara permanen,” ujar Bukhori.

Kemudian karena belum jelas batas tanah secara permanen HGU perpanjangan PT. Agricinal seluas 6.269 hektare untuk sempadan sungai, pantai, namun tanam tumbuh kelapa sawit masih dikuasai oleh pihak PT. Agricinal. Walaupun tanah dan tanam tumbuhnya sudah dilepaskan haknya di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bengkulu Utara tanggal 18 September 2020 seluas 1.804 hektare dari luasan HGU semula seluas 8.902 hektare.

“Pentingnya garis sempadan pantai, garis sempadan sungai/Air Sebelat, Air Senabah, Air Macang Besar, Air Krikut hingga dipinggir air sabai untuk dipasang tanda batas tanah secara permanen. Karena di lokasi tersebut sampai dengan saat ini sering timbul masalah hukum sebelum direflanting dan pohon sawit PT. Agricinal,” pungkasnya.

Sementara itu, General Manager PT. Agricinal Robin Butarbutar ketika dikonfirmasi belum merespon.

Editor: Melinda