Akui Punya Izin E-Commerce, Ini Bantahan TikTok Sebelum Dilarang Jokowi Berjualan

Beritakita1.click – Platform media sosial TikTok akhirnya buka suara terkait berbagai tuduhan yang diterima perusahaannya akibat kemunculan fitur social commerce, TikTok Shop. Mulai dari tidak memiliki izin operasional niaga elektronik hingga monopoli bisnis dan predatory pricing.

Sebelumnya, TikTok Shop menjadi perbincangan hangat di media sosial karena diduga menjadi salah satu penyebab omzet pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) lokal turun drastis. Layanan tersebut diduga membuat barang impor menjadi semakin mudah masuk ke Indonesia dengan harga yang sangat rendah, sehingga membuat pedagang lokal tak dapat bersaing di pasaran.

Namun, pada Senin 25 September hari ini, Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi melarang TikTok berjualan. Pengumuman ini disampaikan usai Jokowi dan sejumlah menteri menggelar rapat terbatas bersama di Istana Merdeka, Jakarta. Pemerintah menyebut social commerce hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa, tidak boleh transaksi langsung. Ia menambahkan, peronnya media sosial dan ekonomi harus dipisahkan.

Mengenai hal itu, sebelumnya TikTok telah membantah sejumlah isu yang ditujukan ke platformnya. Apa saja?

1. Memiliki Izin Operasional Niaga Elektronik

TikTok membantah pernyataan mengenai perusahaannya tidak memiliki izin operasional niaga elektronik atau e-commerce di Indonesia. Sebelumnya, pernyataan tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim yang mengungkapkan bahwa TikTok hanya memiliki izin penyelenggara sistem elektronik (PSE) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.

“Kami telah memperoleh Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing Bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUP3A Bidang PMSE),” kata TikTok Indonesia kepada Tempo melalui email, Sabtu, 23 September 2023.

Menurut TikTok Indonesia, perusahaan telah memperoleh perizinan dari Kementerian Perdagangan, sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.

2. Tidak Ada Project S dan TikTok Shop Diluncurkan di Amerika Serikat

Selain itu, TikTok juga membantah telah menerbitkan Project S di Indonesia. Itu adalah proyek layanan yang diduga menjadi cara perusahaan mengoleksi data produk yang laris di suatu negara untuk kemudian diproduksi di Cina dan dipasarkan kembali ke negara tersebut dengan harga yang lebih murah.

TikTok menyatakan Project S tidak pernah ada di Indonesia dan tidak memiliki rencana untuk menerbitkannya di Tanah Air. Perusahaan tersebut juga mengaku tidak memiliki bisnis lintas-batas di Indonesia. “Project S tidak pernah ada di Indonesia dan kami tidak punya rencana untuk memiliki Project S di Indonesia,” kata manajemen TikTok Indonesia.

TikTok juga mengklaim bahwa 100 persen penjual di platformnya memiliki entitas bisnis lokal yang terdaftar dengan nomor induk berusaha (NIB). Perusahaan pun menyebutkan bahwa pedagang di TikTok Shop adalah pengusaha mikro dengan verifikasi KTP atau paspor.

Dalam keterangan tertulisnya itu, TikTok juga menanggapi tentang sistem social commerce yang digunakan dalam platformnya. Perusahaan menjelaskan TikTok Shop diluncurkan di Amerika Serikat pada tanggal 12 September 2023 dan dioperasikan di dalam satu platform dengan TikTok.

Sementara sejak 2020, TikTok sudah tidak beroperasi di India dan TikTok Shop tidak pernah diluncurkan di negara tersebut. Sedangkan di Inggris, TikTok Shop dan TikTok juga dijalankan di dalam satu platform yang sama. Tiktok bahkan menegaskan platformnya tidak beroperasi di Cina.

3. Bantah Monopoli Bisnis Tanah Air

Perwakilan perusahaan TikTok di Indonesia juga membantah dugaan bahwa perusahaannya melakukan praktik monopoli bisnis di Tanah Air. Pasalnya, hingga saat ini TikTok tidak mempunyai sistem pembayaran dan logistik tersendiri.

Untuk sistem pembayaran, perusahaan mengaku TikTok Shop menerima segala jenis metode pembayaran yang sudah ada di Indonesia. Mulai dari kartu debit atau kredit, dompet digital (e-wallet), transfer bank, dan metode pembayaran tunai.

Sementara untuk pengiriman logistik, TikTok mengatakan perusahaan bermitra dengan layanan penyedia jasa logistik di Indonesia, seperti, J&T, NinjaVan, JNE, dan SiCepat untuk mendukung operasional perusahaan.

Lebih lanjut, TikTok juga membantah telah menjual barang hasil produksi sendiri di platformnya. Perusahaan mengaku tidak berniat untuk menjadi peritel atau wholesaler yang akan berkompetisi dengan para penjual lokal di Indonesia.

Tak hanya itu, TikTok Indonesia pun menegaskan bahwa Algoritma TikTok tidak berpihak pada produk-produk dari negara tertentu. Platform asal Cina itu mengatakan perusahaannya tidak mengumpulkan atau menyimpan data asal produk, sehingga menurut perusahaan, TikTok tidak memiliki kemampuan untuk memiliki keberpihakan atau memberikan batasan pada produk-produk yang berasal dari lokasi atau negara tertentu.

4. Bantah Predatory Pricing

Platform media sosial asal Cina tersebut juga buka suara terkait dugaan predatory pricing yang membuat produk UMKM lokal sepi peminat. Predatory pricing sendiri merupakan praktik bisnis ilegal yang menetapkan harga suatu produk terlalu rendah untuk menghilangkan persaingan. Hal ini dinilai ilegal karena akan menciptakan monopoli bisnis dan membuat pedagang lokal kehilangan pelanggannya.

Meski begitu, TikTok membantah praktik tersebut dan mengatakan bahwa perusahaan tidak dapat menentukan harga suatu produk yang dijual di platformnya. “Sebagai platform, TikTok tidak dapat menentukan harga produk,” kata TikTok Indonesia.

Adapun diketahui produk yang dijual di platform TikTok sangat murah sehingga membuat pelaku usaha di dalam negeri tidak dapat bersaing.

“Penjual dapat menjual produknya dengan tingkat harga yang mereka tentukan sesuai dengan strategi bisnis mereka masing-masing,” kata TikTok Indonesia. Menurut perusahaan, produk yang sama yang dapat ditemukan di TikTok Shop dan platform e-commerce lain memiliki tingkat harga yang serupa.

Sumber : tempo.co

Editor : Melinda